Hari/tgl : jumat
14-juni 2013
Hari jumat saat setelah
menyelesaikan kuliahku tepatnya jam 11 aku langsung meluncur kembali ke pondok
tercinta, di pondok aku lihat kumpulan teman teman ku yang di pimpin orang yang
selama ini aku banggakan, mamik khol, aku menyebut mamik karena sudah sepantasnya
dia memamakai gelar itu, melihat apa yang dia miliki (ilmu) dan apa yang sudah
ia perbuat untuk pondok ini. Aku ucap salam dan mencium tangannya berjabat,
jejeran Koran di depannya menggerakan kan ku untuk ikut membaca berita hari
itu, dengan teliti aku melihat ia membalikan setiap halaman sambil melingkari
setiap nama yang ia kenal di halaman itu dengan polpen yang ia pegang di tangan
kanannya, Koran hari jumat tanggal 14 juni di halam 10 dengan topic besar di atas halaman itu, NAMA CALON SEMENTARA LEGISLATIF ,
setelah beberapa menit aku baru sadar kenapa ia hanya membolak balikan halaman
yang hanya memiliki judul yang sama itu.
Di temani oleh salah
satu kawan ku mr maun. ia mencari nama nama calon legislatif yang menjadi
sasaran undangan pada acara pergantian OSDH yang akan kami laksanankan nanti
pada tanggal 22 bulan itu, dari nama calon sebanyak itu, ia hanya melingkari
nama nama yang menurutnya dekat dari lokasi dan pantas untuk di undang. Mr maun
yang saat itu di tugaskan untuk menulis ulang ke buku pribadinya dengan cekat
menuliskan nama nama yang akan di kirimi surat undangan, lalu pergi
meninggalkan kami setelah selesai menuliskan nama nama itu di bukunya untuk
membuat surat yang di maksud secepatnya.
Koran yang berceceran
kini perlahan bukan menjadi focus perkumpulan pagi menjelang siang itu, galak
tawa mulai keluar dari mulutnya seperti perkumpulan yang biasa kami lakukan,
selalu ada tawa di sela perkumpulan serius membahas tentang perkembangan
pondok. Mata ku menatap arah duduknya berharap ia menyinggung tentang
keberangkatanku ke bandung, ia menatap aku cemas seolah bisa membaca hati ku,
lalu ia membukanya dengan bertanya,”sudah pernah di kontak dari kantor” dengan
halus ia mengutarakan pertanyaan itu, “ dengan hati hati dan mencoba mengatur
kata kata aku menjawab, “ belum mik” sedikit kecewa dan khawtir karena satu
hari lagi dari keberangkatan sedang tiket belum aku lihat, ia memang pintar
membaca hati orang, seolah ia tahu perasaan kawatirku, ia mencoba meyakinkan ku
dan berkata “ di tunggu aja mungkin nanti jam 3 antum di panggil”, aku sedikit
lega karena ada kepastian walaupun aku tak tahu apakah kata kata itu hanya
bertujuan untuk menghibur ku.
Kami masih duduk
bersama di depan kantor sederhana bersekatkan bedek[1],
di sela keteganganku, hape yang ku simpan di saku tiba tiba berbunyi, berharap
itu dari salah satu staff kantor kemenag yang mamik tadi maksud, satu massage
di terima, tanpa aku pedulikan siapa yang mengirimi pesan, aku langsung membaca
isinya, dan Alhamdulillah harapan ku benar, kecemasan ku hilang, ia menyuruhku
datang mengambil tiket dan surat tugas ke kantornya jam 3 sore nanti. Aku tak
membalasnya panjang, sampai salam pun aku lupa karena kebahagiaan ku membeludak
sehingga hanya membalas bilang “Nggih pak”. Ingin rasanya pergi dari tempat
duduk itu, dan bersujud syukur karena ini adalah kepergian pertamaku keluar
kota di tambah dengan tidak ada biaya yang harus aku keluarkan, tapi aku tak
seceroboh itu, kesenangan itu aku simpan dengan rapat-rapat dalam hati dan
tetep bertahan duduk bersamanya.
Jam menunjukan pukul 12
siang itu, suara lantunan ngaji di setiap masjid terdengar dengan indahnya,
menyadarkan kami kalau hari itu adalah hari jumat, ia terlihat bergegas dan
menyuruh kami bersiap-siap untuk jumatan. Setelah itu ia mengucapkan salam lalu
pergi meninggalkan kami. Aku langsung masuk kamar dan sujud sukur sambil
beberapa kali mengucapkan Alhamdulillah di sana.
Tak terasa azan shalat
jumat sudah di komandangkan, aku bangkit dan segera bersiap-siap untuk memenuhi panggilannya. Dengan pakian
sederahana ku hidupkan mesin si kuning yang sudah beberapa tahun ini menemani
perjalanan ku. Tiba di masjid aku ambil air wudhu karena tadi gak sempat ambil
air wudhu di pondok takut telat. Setelah urutan wudhu selesai aku lakukan lalu
menaiki masjid dan shalat dua rakaat di sana.*
Khutbah telah selasai
di bacakan, salah satu warga yang bertugas hari itupun mengomandangkan iqomah
pertanda shalat jumaat akan segera kita mulai. Dengan pakian serba putih Kiyai
yang selama ini di percaykan masyarakat untuk memimpinya dengan mantap
mengambil posisi di depan makmum sebagai imam. Seperti biasa sebelum ia mulai
shalatnya ia tak pernah lupa mengingatkan mamkmumnya untuk merapikan dan merapatkan
shafnya.
Jam dinding masjid itu
menunjukan jam 01.30 amalan shalat jumat telah selasai kami baca, masjid yang
terletak di dasan desa tanak beak ini memang memiliki keunikan dalam berjamaah
shalat jumat, ia masjid yang paling cepat menyelasiakan jumatannya. Sepertinya
ia bisa membaca keadaan masyarakatnya yang kian hari sudah tidak terlalu senang
dengan jumatan yang prosesnya lama seperti halnya di masjid masjid besar di
kota.
*****
Siang itu entah kenapa
nafsu makan ku gak ada, aku juga gak tahu kenapa satu minggu belakangan ini
badan ku terasa gak fit, sehingga tak
jarang pak zul kepala sekolah ku yang juga salah satu orang yang saya banggakan
di pondok ini mengeledek ku bilang “gak sah tegang naik pesawat tad, naik
pesawa itu santai ja gak lebih seperti naik mobil” aku hanya merespon dengan
mengembang kan mulut sambit ternsenyum manis padanya. Saat itu memang wajah ku
terlihat sedikit pucat tapi bukan karena aku takut akan naik pesawat walaupun
ini adalah pertama kalinya aku akan terbang menyebrangi lautan lewat pesaawat.
Matahari perlahan
bergeser kearah barat, ku lihat jam di hape ku sudah menunjukan pukul 02.30
teringat kalau hari ini, aku ada janji dengan salah satu staff yang mengurus
keberangkatan ku, dengan cepat aku memecet tombol hape dan mencari kontak teman
yang akan bersama ku pergi ke bandung, ust yusron aziziyah namanya, lalu
mengirimnya pesan dan mengajak ia ketemu nanti di kantor kemenag NTB, karena
sebelumnya aku gak pernah ketemu dengannya. Ia hanya memberitahu ku via
handphone kalau keberangkatan kebandung bersama dengannya. Setelah pesan pendek
aku kirim tak lama kemudian ia membalas
dan menyetujui perjanjian itu.
Kurang lebih 30 menit
aku habiskan perjalanan dari pondok ke mataram, di perjalanan hape ku berdering
satu panggilan masuk, karena saat itu aku berada di lampu merah dan kebetulan
sedang menyala merah, aku ambil hape yang ku letakan di kantong celana sebelah
kiri dan melihat ternyata teman yang di aziziyah, langsung saja aku menekan
tombol warna hijau di hp ku dan mengucapkan salam untuknya “ assalmukum tad,
napi? Ku awali percakapan via handphone
itu, dengan suara lembut dan sopan ia menjawab salam ku, “ walaikumslam, saya
udah di kantor ini, antum di mana?” sambil sedikit bergegas karena klakson
mobil yang berada di belakang ku sudah mulai berbunyi “ ana di jalan tad bentar
lagi nyampe, tunggu aja bentar” kayaknya dia paham kalau dalam perjalanan pasti
gk aman untuk keselamatan jika melanjutkan pembicaraan lewat telpon, lalu ia
akhiri percakapan pendek itu dengan mengucap salam dan menyuruhku hati hati.
Ku paksakan si kuning
untuk berlari lebih cepat lagi, karena takut membuat ia kecewa menunggu
lama, tak samapi 10 menit dari jarak
kami ngomong, akhirnya sampai juga di kantor wilayah kemenag NTB tepatnya di
utara kantor imigrasi depan sebalah selatan kantor DPRD NTB, sementara si
kuning aku suruh istrihat, aku beranikan diri memasuki kantor yang cukup mewah
itu, dan bertanya di security yang bertugas hari itu, “ assalamualaikum pak,
ruang tempat mengurus kepergian ke bandung untuk pengembangan KTSP pondok
pesantresn salafiyah di mana ya”? aku melihat ada tanda Tanya di atas kepalanya
“ maaf pak, kalau yang itu saya tidak tahu, cobak masuk aja ke dalam nanti
bertanya di sana”? pede saja aku masuk
walaupun sebenarnya tidak tahu mau masuk ke ruangan mana, tiba tiba terbesit di
kepalaku kalau teman sekepentingan denganku itu sudah sampai duluan di sana,
lagi lagi aku mencari kontaknya di hapeku dan menelponya, “ tad ana udah nyampe
kantor ni, antum di mana? Suara angin
ternyata mendominasi sehingga suaranya agak kabur, beberapa kali aku bilang
hallo namun suaranya tetap tak jelas, perlahan suaranya mulai kedengaran,
nampaknya tadi ia berjalan kearah bawah karena sebelumnya ia sudah berada di tempat
pengambilan surat tugas di lantai 2, “ saya sedang menuju ke lantai satu ini” antum di mana”?
hehe dalam hati aku ketawa, ternyata bukan aku yang menghampiri tapi memang
kebetulan saja dia ke lantai satu dan akhirnya bertemu di sana “ ust yusron
ya”? ku awali percakapan langsung
pertama dengannya dan menjabat
tangannya, “ nggih saya yusron” dia tak bertanya banyak tentang ku saat itu,
dalam hati aku bergumam, ooo ini toh namanya ust yusron, ternyata orangnya
sudah lebih berumur dariku, tapi ia tetap sopan dan menghormati kala aku
ngomong dengannya, itu lah yang membuat aku juga segan dengannya.
Setelah menaiki
beberapa anak tangga, kami berdua akhirnya sampai di ruangan tempat pengambilan
surat tugas, salah seorang laki laki yang juga merupakan staff kantor itu
memberiku sebuah amplove berisi tiket pulang pergi, dengan ternsenyum aku
mernerima amplove itu, lalu kami pegi meninggalkan ruang ber AC itu dengan
tujuan bandung di benak kami. Di sela perjalanan menuju tempat parkir, kami bercakap cakap sehingaa kami sedikit
saling tahu satu sama lain, tak terasa anak tangga yang kami lewati sudah habis
kami pijaki tempat parkirpun sudah terlihat di depan mata, aku tak bisa banyak
ngobrol dia pun sama, akhirnya kami akhiri pertemuan sore itu, dengan berjabat
tangan dan berharap esok kami ketemu di bandara soekarno hatta di Jakarta,
karena setelah melihat tiket ku, ternyata jadwal kebarangkatanku berbeda dengan
nya, aku lebih awal satu jam darinya.
Malam terlihat sunyi
semua santri sibuk dengan buku yang ada di depannya, sesekali suara kodok
menghibur kami dengan suaranya yang agak menggelitikan telinga, tas ransel
warna hitam sudah siap aku bawa, karena habis pulang dari kantor kanwil tadi
sore aku langsung menyiapkan pakian dan kebutuhan yang harus di bawa, rasanya
pingin malam itu cepat cepat tidur supaya perjalanan esok tidak ada kendala
soal tenaga, tapi mata ini tetap tak bisa tertutup, masih membayangkan gimana
cara menaiki pesawa dan prosedur masuk bandara, karena selama ini aku hanya tau
teori kalau berpergian harus melalui check in, dan menuggu di waiting room
setelah mendapat boarding pas di tempat check in.
Malam semakin larut, ku
paksakan mata ini tertutup dan melayang ke dunia kapuk, mimpi malam itu tidak
ku hiraukan setelah pukul 40.00 teman ku membangkukan ku dari mimpi itu,
******
BANDARA
INTERNASIONAL LOMBOK (BIL)
15 juni 2013
Jam menunjukan pukul 04.15 pagi, mobil
zebra hitam memecah keheningan malam dan meluncur ke arah timur selatan menuju
BIL (bandara internasional lombok) pak zul yang saat itu mengendarai mobil
terlihat pede sehingga larinya lebih kenceng dari sebelumnya, berbeda dengan
kawan sebelah kiriku, pak zun, pagi itu kelihatan sangat capek dia tertidur
pulas karena tadi malam tidak tidur menjaga pondok di waktu malam (bolis),
sekitar 45 menit mobil itu berlari kenceng, akhirnya sampai juga di tujuan, aku
ambil tas rancel warna hitam bermerkan shicata
itu dan keluar dari mobil yang membawaku dari awal. tubuh ku gerogi
selain karena dinginnya malam ini adalah awal aku mengikuti prosedur masuk
bandara. Aku masih tetap berdiri di depan gate keberangkatan, ku lihat layar TV
yang entah apa namanya aku tak tahu, yang jelas di sana tempat melihat
informasi pesawat yang akan berangkat dan yang akan datang. Sambil menunggu
kedatangan pak zul yang katanya mau parkir mobil ku lihat dengan teliti dan
menemukan informasi pesawat lion air tujuan Jakarta akan berangkat jam 06.55
dan sudah membuka check in. jam hp ku
menunjukan pukul 5.15 namun pak zul belum kelihatan melangkahkan kakinya,
setelah beberapa menit akhirnya dengan baju putih kaos kotak kotak, ia
menhampiri ku dengan senyum dan melepas keberangkatan ku, ku cium tangan dua
orang kawan sekaligus guru ku itu dan berpesan “baik-baik di sana, jangan lupa
telpon atau kasih kabar kalau sudah sampe Jakarta,” pagi itu masih kelihatan
gelap, ku lihat dua guru ku itu meninggalkan
tempat kami berdiri tadi ke arah parkiran mobil yang ia kendarai, setelah
mereka tidak kelihatan aku baru masuk dan check in di dalam bandara.
Setelah check in dan
mendapatkan boarding pass, aku langsung menuju kearah ruang tunggu pesawat,
sampai di sana pintunya masih tertutup,
belum ada keliatan satu orangpun petugas di sana, dua orang sebaya
dengan ku terlihat gelisah di kursi luar waiting room, ku hampiri dan bertanya,
“ dari mana bang” dengan logat bimanya ia menjawab “ dari bima bang mau ke
Kalimantan tapi transit di Jakarta” aku
belum menanyakan mau kemana malah ia sudah beri tahu aku tujuannya, belum
sempat aku bertanya kembali eehh malah ia bertanya lagi, “kalau abang mau
kemana” “ aku mau ke bandung,” sambil tersenyum ke arahnya, setelah beberapa
menit ngobrol dengan orang bima itu, seorang laki-laki berbaju putih kelihatan
tergesa-gesa menghampiri pintu ruang tunggu nampaknya ia sadar kalau ia telat
membukakan kami pintu sehingga membuat para penumpang banyak nunggu di luar
ruang tunggu, setelah ia berhasil membuka pintu, ayunan tangan kearah semua
penumpang ia lambaikan pertanda kami harus masuk, sebelum aku duduk manis di
kursi ruang tunggu aku harus melewati mesin pendeteksi dulu, jangan-jangan ada
sesuatu yang membuat bahaya orang banyak aku bawa, Alhamdulillah setelah ia
menggeledah jaket dan beberapa kantong celana ku ia kemudian menyuruhku
mengambil tas dan mempersilahkan ku duduk di kursi.
Ku pandangi setiap
sudut ruangan itu, semua penumpang terlihat sibuk dengan bawaannya, tak ada
yang saling memperhatikan kecuali beberapa ibu ibu sedang asyik mengobrol
dengan kawan sebayanya, entah apa topic pembahasannya hingga ia tak hiraukan
penumpang lain yang berada di samping duduknya dari tadi, sudah dua kali pengeras
suara terdengar menghimbau agar penumpang segera memasuki ruang tunggu, namun kawanan ibu ibu
itu tetap tak menghiraukan suasana itu, hingga himbauan terakhir dengan
lancarnya sang petugas bandara melalui pengeras suaranya menyuruh kami agar
menaiki pesawat, Nampaknya jam sudah menunjukan pukul 06.00 WITA tepat dengan
yang ada di tiket ku, dalam hati aku bersykur, kali ini pesawat lion air yang
terkenal dengan tradisi delay nya tak
berlaku. setelah himbauan tadi semua penumpang terlihat buru buru menuju
gerbang masuk menuju pesawat, sambil menyodorkan boarding pass dan di lengkapi
dengan kartu identitas (KTP/SIM) kami memasuki tubuh pesawat warna putih yang
bertuliskan lion air di tubuh sejajar dengan jendela pesawat.
********
DALAM
PESAWAT
Setelah memasukan tas
ke dalam bagasi, aku lihat kembali boarding pass ku, untuk meyakinkan diri
kalau kursi yang akan aku duduki benar dan sesuai dengan yang tertera di kertas
kecil warna putih itu, ku perhatikan baik baik di setiap jejeran kursi yang
sudah tertata rapi sambil mencari nomor yang pas dengan yang sudah aku pegang,
7D. nomor ganjil yang memiliki posisi agak depan dari bagian pesawat, membuat
ku cepat menemukan nomor yang sebentar lagi akan aku duduki karena memang aku
memasuki pesawat melalui depan,
sedangkan penumpang yang seatnya di atas 20 memasuki pesawat melauli belakang
dan harus turun ke daratan bandara.
Tiga orang pramugari
berpakian batik kemerahan terlihat sibuk memeriksa setiap bagasi dan menutupnya
jika sudah penuh, penumpang kini sudah duduk rapi di kursinya masing masing tak
terkecuali aku, suara besi yang menjadi kepala sabuk pengaman terdengar seperti
lantunan lagu acapela yang pernah kami mainkan di pondok bersama tujuh lascar cheng hoo[2]. Kepala ku melirik teman di sampingku
yang dari tadi tertidur pulas, berharap ia memberi contoh cara menggunakan
sabuk pengaman pesawat itu, sedikitpun aku tak mendapatkan kemahiran di sana,
akhirnya aku nekat dan mencoba sendiri, saat sabuk itu aku eratkan perutku
terasa sedikit meronta karena terlalu erat, aku panik tapi tak berani memperlihatkan
kepanikan ku, karena malu jadi bahan ketawaan seisi pesawat, aku tahan sambil
mencoba untuk mengendorkan sabuk itu, setelah beberapa cara aku gunakan
akhirnya, perutku kembali terasa normal karena berhasil aku kendorkan.
Bunyi suara mesin
pesawat yang saat itu aku tumpangi mulai menggaung di telinga, perlahan ia
mulai berjalan menyusuri landasan. para pramugari dan pramugara mengambil
posisi untuk memberitahu kami cara menggunakan sabuk pengaman dan memakai
pelampung jika nanti pesawat dalam keadaan tidak baik, para penumpang juga di
larang menghidupkan hape dan alat elektronik lainya karena dapat mengganggu system
selama penerbangan. mereka terlihat
kompak dan bersemangat, tak jarang ia mengembangkan mulutnya dan tersenyum
manis membuat ia kelihatan sempurna. Sambil pesawat mengambil ancang ancang
untuk tinggal landas ia manfaatkan waktu yang sedikit itu untuk breafing kami.
Pesawat itu semakin
bertambah kecepatannya, tak lupa pramugari sekali lagi mengingatkan kami agar
sabuk pengaman di gunakan, wussssss suara mesin pesawat itu meninggalkan
bandara dan terbang, huhhh dalam hati aku bergumam “ini toh rasanya naik
pesawat, cukup ekstrim dan membuat sedikit tegang”.
********
DI
BANDARA INTERNASIONAL SOEKARNO-HATTA
Setelah sekitar dua jam
di atas udara bersama lion air, kini pesawat itu mendarat di bandara soekarno
hatta, namun dua puluh menit sebelum roda pesawat menyentuh landasan, kami
kembali di ingatkan untuk mengenakan sabuk pengaman, karena biasanya saat
pesawat landing saat itu pula sabuk pengaman di butuhkan. Dari ketinggian
seratus kaki terlihat bangunan bertingkat menjulang tinggi mengarah ke angkasa,
air laut terlihat tenang dengan warna khasnya, cuaca pagi itu juga sangat
mendukung sehingga ibu kota dari udara kelihatan sangat indah.
Roda pesawat kini sudah
menyentuh daratan bandara soekarno hatta, suara roda pesawat yang di rem sangat menakutkan sebagian
penumpang yang yang belum terbiasa mendarat. Alhamdulillah setelah jarak
beberapa meter, suara roda itu tak kedengaran dan pesawat terlihat jinak oleh
para pilot handal yang membawa kami saat itu. Perlahan pesawat itu berjalan
layaknya mobil yang berlari di jalan raya hingga kami tiba di tempat penuruan
penumpang.
Tas ransel yang di
dalamnya berisi pakian sudah di pundakku, terlihat penumpang berdesak desakan
mengantri tak tahan ingin cepat keluar dari badan pesawat, karena posisi ku
lumayan dekat dari pintu keluar membuat ku tak banyak menghabiskan tenaga
mengantri keluar. Setelah berhasil keluar dari badan pesawat, aku ambil
handphone di kantong sebelah kananku yang dari dua jam yang lalu aku switch off
atas perintah dan keamanan penerbangan, lalu menghidupkannya kembali, Beberapa
sms yang masuk tak ku hiraukan yang pertama kali aku lakukan adalah mencari
kontak dua teman bima ku yang barusan saja aku kenal dan mengajak mereka jalan
bareng menuju terminal kedatangan penumpang, Karena jujur saja ini adalah kali
pertama aku menginjak kan kaki di Jakarta, jadi semua terlihat awam dan
tentunya aku butuh kawan untuk mengobrol. Aku tak mikir panjang lagi, ku tekan
tombol memanggil setelah nama arief aku temukan di kontak hape. Sambil menengok
mereka dari jendela atas, hape tetap ku
posisikan di telinga sebelah kiri, mereka baru saja keluar dari jebakan antrian
panjang keluar pesawat namun panggilan ku tak juga di angkat, ia kelihatan
sibuk dengan barang bawaanya hingga tak sempat mengambil hp yang entah di mana
ia taruh. Aku paham dengan kondisinya
dan memutuskan untuk memberanikan
diri di mana gerbang yang akan ia tuju. Bermaksud bertemu di sana. Ternyata
tuhan tahu bagaimana kami saling membutuhkan sehingga kami di pertemukan di
gerbang lantai satu menuju terminal IB.
Ia melambaikan tangan
ke arahku, tapi aku tak membalas dengan hal yang sama aku hanya membalasnya
dengan senyum. dengan logat khas bimanya ia awali percakapan seasion kedua
setelah pertemuan pagi di BIL, “ apa abang langsung berangkat ke bandung” ?
nampaknya abang adalah panggilan khas kota bima yang sering ia lontarkan ketika
menyapa orang yang lebih tua darinya, “ ndak aku mau tunggu teman dulu” kataku
sambil berjalan beriringan keluar dengannya,di terminal aku baru tahu setelah melihat tiket
transitnya kalau tujuan aslinya adalah Kalimantan, tapi transit di Jakarta.
Belum sempat kami sampai di pintu kedatangan Seorang petugas bandara sambil
melambaikan tangannya menginstruksikan penumpang yang transit untuk segera di
data sesuai dengan tujunanya. Ia tak memperhatikan orang yang menggunakan
sergam merah itu, perhatiannya ternyata cukup focus ke arah ku. Untungnya aku tahu kalau ia juga salah satu
penumpang yang transit di sana, ku ambil tiketnya dan mendafarkannya, sambil
mengerutkan dahinya petugas itu bertanya “ apa ada barang yang di bagasikan ”?
aku tak tahu persis jawabannya karena itu bukan tiket milikku, karena ia di
sampingku dan mendengar pertanyaan yang di lontarkan sepontan saja ia menjawab,
“ ia ada” petugas itu lalu melanjutkan
pertanyaan yang berbeda, “ barang
bagasinya mana”? kali ini muka cerianya tiba tiba berubah menjadi expersi yang
tak pernah aku ingin lihat,
wajahnya tiba tiba merah dan ia
kelihatan panic, ternyata bagasinya belum sempat ia ambil, aku yang di
belakangnya berdiri sambil menekan nekan tombol hape sedang smsn dengan kawan
ku di Lombok sudah tahu kenapa ia pasang expresi seperti itu, aku akhirnya
mengambil alih pembicaraan dan bertanya, “kalau bagasi yang belum sempat di
ambil, ngambilnya di mana mba”? dengan senyum ia menjawab “ mas harus balik
lagi ke terminal di mana mas turun dari pesawat”. Waduhhh dalam hati aku
terkejut,gimana tidak jarak terminal
tempat aku turun dengan tempat aku berdiri
saat ini lumaya jauh, kira kira 500 meter yang di tempuh sekitar 15
menit dengan jalan kaki, aku sembunyikan keluhan hati itu dan mengajaknya
kembali ke terminal yang di maksud.
Langkah kakiku sengaja
ku percepat, karena takutnya nanti teman yang ku tunggu malah sudah datang dan
pergi meninggalkan ku sendirian. Sampai di terminal ia engos engosan nampaknya
ia gak biasa jalan secepat saat itu. Tanpa ku pedulikan keadaanya karena yang
terpenting adalah barangnya ia temukan dan terrsenyum kembali, ku beranikan
diri mengahadapi salah satu petugas bandara saati itu dan bertanya bagaiamana
mengambil bagasi yang tak sempat di ambil ketika turun dari pesawat tadi,
dengan sebuah HT di tangannya ia kelihatan sangat sibuk sedang berkomunikasi dengan
sejawatnya, sehingga ia tak menggubris pertanyaanku, tanpa putus asa ku ulangi pertanyan yang sama dan sedikit
perlembut bahasanya,
Will be continoue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar